Senin, 25 Maret 2013

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan

Dosen pengampu: H. Iyus Herdiana Saputra., M.S.I.


 



 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Disusun Oleh:

  1. Ardiana Puramasari    (092143432)
  2. Dedy Hariyadi    (0921434)
  3. Eka Lestari     (0921434)
  4. Eka Budi    (

Semester VA


 


 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2011

PEMBAHASAN

GEOGRAFI DAN PERIODISASI GERAKAN PEMBAHARUAN

DI INDONESIA


 

  1. Gerakan Kaum Paderi

    Gerakan pembaharuan Wahabi di Indonesia dibawa oleh tiga orang haji yang datang dari Mekkah pada tahun 1803 di Minangkabau, yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Mereka ini selama belajar di Mekkah telah menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri pembaharuan yang dilakukan oleh gerakan Wahabi.

    Menurut mereka, apa yang terjadi di masyarakat Minangkabau pada saat itu sebenarnya telah menyimpang dari ajaran agama, oleh karenanya perlu diluruskan kembali. Akan tetapi di sisi lain, khususnya golongan adat ada kecenderungan untuk tidak mau diganggu kelestarian adatnya, padahal banyak adat yang mereka laksanakan itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Bahkan mereka sangat peka dan mengadakan perlawanan terhadap pembaharuan yang dilakukan oleh tiga orang tersebut. Gerakan para haji ini selanjutnya dikenal dengan gerakan Paderi.

    Pertentangan kaum Paderi dan kaum adat pada akhirnya memberi peluang kekuasaan asing untuk masuk ke daerah Minangkabau. Dengan demikian para haji dengan gerakan Paderinya akhirnya melawan dua lawan, di satu pihak pemberantasan adat untuk memurnikan ajaran Islam dan di lain pihak menghadapi perjuangan kemerdekaan melawan Belanda dalam gerakan perjuangan politik.

  2. Thawalib di Sumatra Barat

    Berawal dari persekutuan yang terkenal dengan perkumpulan sabun (koperasi pelajar) pada tahun 1917 di kalangan pelajar Surau Jembatan Besi Sumatera. Pada tahun 1918 mereka menyisihkan keuntungan untuk membayar guru-guru, maka sejak itulah banyak perubahan aktivitas di kalangan mereka. Mereka mulai mempelajari Islam dan meluaskan ajarannya. Sehingga perkumpulan sabun tersebut berubah menjadi Sumatra Thuwailib.

    Tokohnya adalah Haji Jamaludin Thaib, pada tahun 1919 mengintrodusir cara-cara mengajar modern ke dalam Thawalib, sistem berkelas yang sempurna, pemakaian bangku-bangku dan meja, kurikulum lebih diperbaiki dan juga kewajiban pelajar untuk membayar uang sekolah. Pada tahun berikutnya Thaib menjadi ketua Sumatera Thawalib (nama baru dari Sumatera Thuwailib).


     

  3. Al-Irsyad di Jawa

    Di Jakarta pada tahun 1901 kaum muslimin keturunan Arab mendirikan perkumpulan yang diberi nama Jami'atul Khair, perkumpulan ini berdiri karena pengaruh majalah al-'Urwatul Wusqa yang diselundupkan di pelabuhan Tuban. Para anggotanya adalah orang-orang Arab yang ada di Indonesia.

    Jami'atul Khair dalam bidang pendidikan pembaharuannya adalah dengan metode yang modern dan menambahkan pelajaran pengetahuan umum. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka didatangkan beberapa orang guru dari luar, antara lain: al-Hasyimi datang ke Indonesia pada tahun 1911 dari Tunisia, Syekh Ahmad Syurkati al-Anshari dari Sudan, Syekh Muhammad Thaib dari Marokko, dan Syekh Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah.

    Ternyata mereka memiliki gagasan yang radikal, antara lain Syurkati tidak setuju larangan perkawinan lelaki yang bukan sayid dengan puteri sayid, hal ini menimbulkan kemarahan orang-orang Arab yang keturunan sayid. Organisasi Jami'atul Khair akhirnya pecah menjadi dua, orang-orang Arab keturunan sayid mendirikan organisasi yang diberi nama Jami'atul Ikhlas wal Irsyad (al-Irsyad) yang anggotanya mula-mula keturunan Arab yang bukan sayid, kemudian dapat menerima anggota orang pribumi.

    Usaha al-Irsyad dalam bidang pendidikan adalah mendirikan sekolah-sekolah, mengadakan kursus-kursus guru, kursus-kursus agama. Meskipun al-Irsyad merupakan organisasi yang kecil, tetapi mempunyai sekolahan yang jumlahnya ratusan dan dikelola dengan teratur.

    Amaliyah al-Irsyad sebagai jam'iyah konsisten bertujuan untuk meningkatkan apresiasi muslim terhadap ajaran Islam. Dalam konteks ini al-Irsyad dengan tokoh sentralnya Syurkati telah menjadi sumber ilham bagi generasi muda Islam terpelajar yang bangkit terorganisir pada tahun 1925 lewat wadah Jong Islamieten Bond.


     

  4. Persis (Persatuan Islam) di Bandung

    Persatuan Islam didirikan di Bandung pada 17 September 1923 oleh KH. Zamzam, seorang ulama dari Palembang. Organisasi ini berawal dari pertemuan kenduri yang diadakan secara berkala di rumah salah seorang anggota kelompok yang berasal dari Palembang Sumatera yang telah lama menetap sekaligus berbisnis tekstil di Bandung. Acara ini didominasi oleh keturunan orang-orang keturunan tiga keluarga dari Palembang. Setelah makan bersama, mereka mengadakan perbincangan tentang masalah-masalah agama dan gerakan-gerakan agama pada umumnya. Tokoh dari Persatuan Islam (Persis) ini adalah: Ahmad Hasan yang dianggap sebagai guru Persis yang utama pada masa sebelum perang, dan Mohammad Natsir yang pada waktu itu merupakan seorang anak muda yang sedang berkembang dan tampaknya bertindak sebagai juru bicara dari organisasi tersebut dalam kalangan kaum terpelajar.

    Persis pada umumnya kurang memberikan tekanan bagi kegiatan organisasi sendiri. Ia tidak terlalu berminat untuk membentuk banyak cabang-cabang atau menambah sebanyak mungkin anggota. Pembentukan sebuah cabang bergantung semata-mata pada inisiatif peminat dan tidak didasarkan kepada suatu rencana yang dilakukan oleh pimpinan pusat. Tetapi pengaruh dari organisasi Persis ini jauh lebih besar daripada jumlah cabang ataupun anggotanya. Pada tahun 1942, ketika invasi Jepang ke Indonesia shalat berjama'ah seperti ini dilakukan tidak kurang dari enam masjid yang diikuti oleh 500 orang.

    Perhatian Persis terutama ialah sebagai penyebar cita-cita dan pemikirannya. Ini dilakukan dengan mengadakan pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, mendirikan sekolah-sekolah dan menyebarkan atau menerbitkan pamflet-pamflet, majalah-majalah dan kitab-kitab. Penerbitannya ini yang terutama menyebabkan luasnya daerah penyebaran pemikirannya. Lagi pula penerbitan ini pula yang dijadikan referensi oleh guru-guru dan propagandis organisasi lainnya seperti al-Irsyad dan Muhammadiyah.

    Persis memberikan perhatian yang besar pada kegiatan-kegiatan pendidikan, tablig serta publikasi. Dalam bidang pendidikan Persis mendirikan madrasah yang mulanya dimaksudkan untuk anak-anak dari anggota Persis. Tetapi kemudian madrasah ini diluaskan untuk dapat menerima anak-anak lain pula. Kursus-kursus dalam masalah agama untuk orang-orang dewasa mulanya juga dibatasi pada anggota-anggota saja.

    Di samping pendidikan Islam, Persis juga mendirikan sebuah pesantren (disebut pesantren Persis) di Bandung pada bulan Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan untuk menyebarkan agama. Pesantren ini dipindahkan ke Bangil Jawa Timur, ketika Hassan pindah kesana dengan membawa 25-40 siswa di Bandung.


     

  5. Muhammadiyah di Yogyakarta

    Pada tahun 1911, KH. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah sekolah agama yang diberi nama Muhammadiyah, perguruan ini tidak diadakan di surau atau masjid, tetapi bertempat di gedung yang menggunakan meja, kursi dan papan tulis. Kemudian pada tanggal 19 November 1912 bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 H. KH.


    Gambar: KH Ahmad Dahlan

    Ahmad Dahlan mendirikan perkumpulan yang diberi nama Muhammadiyah yang bertujuan untuk menghidupkan kembali ajaran Islam yang murni dan asli serta menuruti kemauan ajaran agama Islam. Islam sebagai way of life, baik dalam kehidupan individu maupun bermasyarakat. Organisasi ini merupakan lembaga sosial dan keagamaan yang serupa halnya dengan gerakan pembaharuan di Mesir.

    Usaha-usaha pembaharuan Muhammadiyah mencakup:

    1. Memurnikan ajaran Islam dengan membersihkan praktek serta pengaruh yang bukan dari ajaran Islam.
    2. Reformasi ajaran dan pendidian Islam.
    3. Reformasi doktrin-doktrin dengan pandangan alam pikiran modern.
    4. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan dari luar Islam.

    Dalam bidang pendidikan Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang setaraf dengan sekolah yang dilaksanakan pemerintah Belanda. Dalam bidang sosial telah mendirikan sekolah-sekolah yatim, fakir miskin, dan rumah sakit serta balai pengobatan.

    Di bidang pengembangan wawasan keagamaan Muhammadiyah cenderung menitikberatkan pada transformasi nilai-nilai lewat sarana kultural yang tidak meimbulkan keguncangan, seperti dengan tabligh dan pendidikan. Itulah metode pembaharuan Muhammadiyah yang berlanggam Jawa dan penuh dengan unggah-ungguh. Dengan cara demikian maka Muhammadiyah dapat mengembangkan sayapnya ke seluruh Nusantara.


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar